Tuesday, June 5, 2012

Masih ada orang baik,Komunitas Semut Oranye

Filosofi Semut Orange Community mengagumkan. Semut, binatang kecil yang merupakan makhluk sosial, berpadu dengan oranye yang melambangkan kebersihan dan warna ikon Kota Jakarta, menjadi sebuah nama komunitas untuk menolong masyarakat kecil dari korban penyebaran paku di jalan.

Komunitas ini memberikan layanan berupa tambal ban gratis bagi warga yang terkena ranjau paku. Ranjau paku atau penyebaran paku dilakukan oknum tukang tambal ban di berbagai wilayah Jakarta.



Komunitas yang hanya bertenda warna oranye itu terletak di Jalan Hasyim Ashari, Kelurahan Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat atau lebih dikenal sebagai kawasan Roxy. Komunitas ini mulai beraksi sejak pukul 06.00 hingga 18.00 setiap hari.

Rabu (30/5), tampak dua sukarelawan komunitas tersebut sedang sibuk melayani beberapa motor yang bocor bannya akibat terkena paku. Sambil bekerja, Iwan, salah satu sukarelawan mengatakan, meski layanan tambal ban gratis ini baru beroperasi Jumat (25/5), per harinya dia bisa melayani 15-25 motor yang bannya bocor. Bagi pengendara motor yang dilayani, datanya akan dicatat di buku harian.

Apa yang dilakukan komunitas ini bersifat sukarela tanpa menerima imbalan, walau terkadang pengendara memaksa memberi uang. Meski demikian, hal itu tidak mengganggu kebutuhan keseharian. Motor yang dilayani ukuran bannya 14-17.

Johan P Tuilan, Ketua Semut Orange Community menuturkan, latar belakang berdirinya komunitas yang terdiri dari tujuh sukarelawan ini lantaran banyak keluhan atas ranjau paku yang disebar di jalan-jalan. Johan mengataan, para sukarelawan menjaga bergantian masing-masing dua orang dari pagi hingga siang.

“Kasihan warga, tukang tambal ban memberi harga yang mencekik leher, padahal mereka capek pulang kerja. Bayangkan saja, harga ban dalam yang hanya Rp 9.000 dijual Rp 35.000-40.000. Siapa yang peduli akan hal itu? Karena itu saya merasa terpanggil untuk melayani warga korban paku ranjau,” ucap pria yang akrab dipanggil Yossy itu.




Menurut Yossy, sindikat penyebar paku saat ini sudah sangat terorganisasi. Bahkan, penjual ban dalam pun sudah bekerja sama dengan para tukang tambal ban untuk menyebarkan paku di jalan.

Dia menceritakan, biasanya motif yang dilakukan para penyebar paku dilakukan tengah malam dengan membawa tas gembol yang diberi lubang di bawahnya sehingga paku bisa menyebar sepanjang 50-70 meter di jalan. “Kalau ban bocor terkena paku, pasti akan menemukan tukang tambal ban radius 50 meter,” ujarnya.

Dia menjelaskan, sejarah sindikat penyebar paku sudah dilakukan sejak 20 tahun terakhir. Modus ini pertama kali diperkenalkan di sepanjang Jalan Daan Mogot. Memasuki 2003, sindikat penyebaran sudah merajalela melakukan aksinya. Menurut , di kawasan Grogol dan sepanjang jalan Hasyim Ashari sepanjang 3,2 km, kurang lebih terdapat 30 tukang tambal ban.

Menurut Yossy, selain tambal ban gratis, pihaknya juga mencari paku di jalanan. Setiap malam, dia mengaku berhasil mengumpulkan 0,5 hingga 1 kg paku. “Di kawasan sini saja, dari Juli 2011 hingga sekarang, saya sudah mengumpulkan paku seberat 80 kilogram,” tuturnya.

Alasan lain ia mendirikan komunitas tersebut lantaran sudah tidak ada transparasinya komunitas. Mantan Wakil Ketua Saber tersebut menjelaskan, jika sebuah organisasi kemanusiaan sudah transparan dalam masalah keuangan maka akan terjadi banyak kecurangan di dalamnya.

Ketika ditanya soal membangun bengkel kecil-kecialan untuk melayani korban ranjau paku, dia mengaku masih mengandalkan pendapatannya dari berbagai macam usahanya. “Saya sendiri cuma teknisi meja biliar dan buka warung nasi. Kalau untuk jalan baik, pasti ada jalan,” kata Yossy.

Namun, kata Yossy, untuk niat baiknya tersebut ia selalu menemui jalan berliku. Hal ini lantaran pemilik bangunan, yang halaman depannya dijadikan tempat komunitas tersebut, merasa terganggu atas kehadirannya. “Padahal bangunan ini kosong, tapi pemiliknya tidak senang kami di sini. Polisi, lurah, warga, bahkan tukang tambal ban tidak ada yang komplain dengan kehadiran komunitas ini,” tuturnya.

Sementara itu, Ahmad Kurtubi, salah satu korban ranjau paku yang sedang menambal ban di tempat tersebut mengatakan, kehadiran komunitas tersebut sangat membantu masyarakat. “Terlebih zaman sekarang terasa serbasulit.

Saya bekerja di daerah Gajah Mada dan ban sering sekali bocor ketika melewati jalan ini. Pemerintah harus mengapresiasi komunitas ini agar semakin banyak komunitas seperti ini dalam memberikan pelayanan tambal gratis bagi korban penyebar ranjau paku,” ucapnya.


Lihat yg lebih 'menarik' di sini !

0 comments

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.