Pada jaman dahulu, ada seorang raja yang berkuasa di Cina. Raja ini memiliki semua yang dia inginkan. Dia memiliki harta, istana yang indah, kuda-kuda terbaik, prajurit-prajurit paling tangguh dan rakyat yang mencintainya. Tapi ada satu hal. Dia tidak memiliki isteri. Maka suatu hari dia mengumpulkan tujuh prajurit kepercayaannya, mengendarai kuda terkuat, dan berangkat mencari seorang isteri. Mereka pergi berbulan-bulan dan telah singgah di banyak istana dan kota, dan bertemu banyak putri-putri dan wanita-wanita cantik jelita, tapi tak ada satu pun yang membuat sang raja jatuh hati.
Raja bertahan. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat wanita seperti dia dan dia bisa membuat sang raja sangat bangga jika dia bersedia menjadi isterinya. Dia menjanjikan kemewahan dan kenyamanan, pelayanan yang memerhatikan setiap kebutuhannya, dan kesetiaan tanpa akhir, jika dia bersedia menjadi isteri sang raja. Wanita itu menunduk, dan berkata, "Ya, rajaku, kalau begitu aku akan senang menerima lamaranmu untuk menikah."
Permaisuri baru itu menjalankan tugasnya dengan baik, dan seluruh istana kagum oleh tingkah laku dan keanggunannya. Tapi tetap Jin-a tidak kunjung tersenyum. Sang raja menanyakan apa masalahnya, tapi dia menjawab bahwa semuanya baik-baik saja dan dia sangat bahagia.
Sang raja tentu saja mencoba segalanya untuk membuat permaisurinya tersenyum: dia mendatangkan pelawak dari jauh, penghibur jalanan, tapi sang permaisuri tak kunjung tersenyum. Lalu suatu hari dia punya ide yang dia yakin akan berhasil.
Malam itu setelah makan malam sang raja dan permaisurinya sedang berada di kamar. Permaisuri sedang menyisir rambutnya dan raja berlatih kaligrafi, ketika tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pengawal muncul. "Yang Mulia," dia berteriak, "ada musuh asing di gerbang, bersiap menembakkan meriam!" Sang raja melompat, tinta dan kuas di tangannya berceceran di lantai. Dia mengangkat tangannya keatas, "Dimana prajurit-prajuritku," teriaknya, "Dimana para penjaga?" Melihat ekspresi sang raja, sang permaisuri tiba-tiba tergelak. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, sang raja sangat gembira. Dia melompat-lompat dan mengguncang-guncangkan tangan pengawalnya. "Berhasil, berhasil! Dia tertawa! Akhirnya dia tertawa!" Akhirnya dia pun mengakui bahwa itu semua trik agar permaisurinya tertawa. Mendengar pengakuan itu, sang permaisuri pun tersenyum.
Sang raja menggeleng dan berjalan kearah si pengawal, dan berkata, "Aku tahu kau bermaksud baik, tapi cara itu sudah tidak berhasil." Sang pengawal melanjutkan, "Tidak, Yang Mulia, kali ini sungguhan!" Ternyata benar, sang raja keluar dan mendengar suara meriam menghancurkan dinding-dinding istananya; dia memanggil penjaga, tapi sudah terlambat.
Setelah perjalanan panjang mereka tiba di sebuah danau, dan sang raja memutuskan untuk beristirahat disana dan membangun kemah untuk bermalam. Saat dia sedang menyantap makan malam dia mendengar suara samar yang berasal dari arah danau. Dia bangkit dan berjalan mendekati air. Disana dia melihat sebuah perahu yang menepi, dan diatas perahu itu ada sosok seorang perempuan. Dengan cahaya bulan dia melihat wajah wanita itu dan dia segera mengetahui bahwa dia lah wanita yang dia cari.
Dia memanggil prajurit-prajuritnya, dan mereka menyeberangi danau dan mendorong perahu itu ke tepian. Sang raja membantu wanita itu melangkah ke daratan dan memperkenalkan dirinya. Dia mengundang wanita itu sebagai tamu makan malamnya. Sang raja mengutarakan maksud perjalanannya, dan bertanya apakah dia mau ikut ke istana dan menjadi isterinya. Wanita malang itu berkata dengan nada menolak, "Kau ingin menikahiku, meskipun aku ini orang yang benar-benar asing bagimu?"
Raja bertahan. Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat wanita seperti dia dan dia bisa membuat sang raja sangat bangga jika dia bersedia menjadi isterinya. Dia menjanjikan kemewahan dan kenyamanan, pelayanan yang memerhatikan setiap kebutuhannya, dan kesetiaan tanpa akhir, jika dia bersedia menjadi isteri sang raja. Wanita itu menunduk, dan berkata, "Ya, rajaku, kalau begitu aku akan senang menerima lamaranmu untuk menikah."
Dalam perjalanan kembali ke istana, sang raja tak hentinya mengobrol dengan calon pengantinnya, tapi sang wanita justru tidak bicara banyak. Dia mengatakan bahwa namanya Jin-a, dan bahwa dia sudah berjalan jauh, tapi tidak mengatakan darimana dan mengapa. Sang raja memerhatikan bahwa Jin-a tidak pernah tersenyum, tapi dia tidak begitu peduli, berpikir bahwa perjalanan panjang mungkin membuatnya kelelahan. Dia yakin begitu mereka sampai di istana dan menikah, mood-nya akan kembali. Pernikahannya berlangsung beberapa hari setelah mereka tiba di istana, dan negara itu merayakannya selama tiga hari.
Permaisuri baru itu menjalankan tugasnya dengan baik, dan seluruh istana kagum oleh tingkah laku dan keanggunannya. Tapi tetap Jin-a tidak kunjung tersenyum. Sang raja menanyakan apa masalahnya, tapi dia menjawab bahwa semuanya baik-baik saja dan dia sangat bahagia.
Sang raja tentu saja mencoba segalanya untuk membuat permaisurinya tersenyum: dia mendatangkan pelawak dari jauh, penghibur jalanan, tapi sang permaisuri tak kunjung tersenyum. Lalu suatu hari dia punya ide yang dia yakin akan berhasil.
Dia menyuruh semua anggota kerajaan untuk berkumpul sore itu di markas rahasia, dan memberitahukannya bahwa musuh menyerang dan sudah tiba di gerbang!
Malam itu setelah makan malam sang raja dan permaisurinya sedang berada di kamar. Permaisuri sedang menyisir rambutnya dan raja berlatih kaligrafi, ketika tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pengawal muncul. "Yang Mulia," dia berteriak, "ada musuh asing di gerbang, bersiap menembakkan meriam!" Sang raja melompat, tinta dan kuas di tangannya berceceran di lantai. Dia mengangkat tangannya keatas, "Dimana prajurit-prajuritku," teriaknya, "Dimana para penjaga?" Melihat ekspresi sang raja, sang permaisuri tiba-tiba tergelak. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangan, sang raja sangat gembira. Dia melompat-lompat dan mengguncang-guncangkan tangan pengawalnya. "Berhasil, berhasil! Dia tertawa! Akhirnya dia tertawa!" Akhirnya dia pun mengakui bahwa itu semua trik agar permaisurinya tertawa. Mendengar pengakuan itu, sang permaisuri pun tersenyum.
Hari berikutnya, sang permaisuri kembali ke sikapnya semula. Raja sekali lagi mencoba semua trik yang dia ketahui untuk membuat permaisuri tersenyum lagi tapi tidak ada yang berhasil. Beberapa hari berlalu, dan sang raja sendiri menjadi sedih, karena beranggapan bahwa mungkin ada sesuatu di masa lalu isterinya yang begitu menyedihkan sehingga sulit untuk dilupakan. Dia mengamati isterinya membaca buku puisi. Tiba-tiba terdengar suara bantingan keras, dan pintu ruangan itu terbuka, seorang pengawal muncul, berteriak, "Yang mulia, ada tentara musuh di pintu gerbang! Mereka menembaki kita dengan meriam!"
Sang raja menggeleng dan berjalan kearah si pengawal, dan berkata, "Aku tahu kau bermaksud baik, tapi cara itu sudah tidak berhasil." Sang pengawal melanjutkan, "Tidak, Yang Mulia, kali ini sungguhan!" Ternyata benar, sang raja keluar dan mendengar suara meriam menghancurkan dinding-dinding istananya; dia memanggil penjaga, tapi sudah terlambat.
Prajurit musuh sudah masuk ke istana, membunuh semua orang yang menghadang. Enam orang dari mereka berlari di koridor dan membunuh sang raja serta pengawal setianya. Dia membiarkan Jin-a hidup, dan pemimpin perang yang menang itu pun menjadikan dirinya raja baru negara itu dan mengakhiri pertempuran, mempersunting Jin-a sebagai permaisurinya.
0 comments
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.