Amalan Sunah di Bulan Rajab
Tidak terdapat amalan khusus terkait bulan Rajab. Baik bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa hadis yang menyebutkan amalan bulan Rajab adalah hadis bathil dan tertolak.Ibnu Hajar mengatakan,
لم يرد ÙÙŠ Ùضل شهر رجب ØŒ ولا ÙÙŠ صيامه ØŒ ولا ÙÙŠ صيام شيء منه معين ØŒ ولا ÙÙŠ قيام ليلة مخصوصة Ùيه Øديث صØÙŠØ ÙŠØµÙ„Ø Ù„Ù„Øجة ØŒ وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الØاÙظ
“Tidak terdapat riwayat yang shahih, bisa untuk dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya puasa sebulan penuh atau puasa di tanggal tertentu bulan Rajab atau shalat tahajjud di malam tertentu. Keterangan saya ini telah didahului oleh ketengan Imam Al-Hafidz Abu Ismail Al Harawi.†(Tabyinul Ujub bimaa Warada fii Fadli Rajab, Hal. 6)
Imam Ibn Rajab mengatakan,
أما الصلاة Ùلم ÙŠØµØ ÙÙŠ شهر رجب صلاة مخصوصة تختص به Ùˆ الأØاديث المروية ÙÙŠ Ùضل صلاة الرغائب ÙÙŠ أول ليلة جمعة من شهر رجب كذب Ùˆ باطل لا ØªØµØ Ùˆ هذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء
“Tidak terdapat dalil yang shahih, yang menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.†(Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)
Terkait masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibnu Rajab juga menegaskan, tidak ada satu pun hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus. Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan,
ÙÙŠ الجنة قصر لصوام رجب
“Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.â€
Namun riwayat bukan hadis. Imam Al Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah:
أبو قلابة من كبار التابعين لا يقول مثله إلا عن بلاغ
“Abu Qilabah termasuk tabi’in senior, beliau tidak menyampaikan riwayat itu kecuali karena kabar tanpa sanad.†(Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)
Pertama, Puasa sunah bulan haram
Akan tetapi, jika seseorang melaksanakan puasa di bulan Rajab dengan niat puasa sunah di bulan-bulan haram, maka ini dibolehkan bahkan dianjurkan. Mengingat sebuah hadis yanng diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, Al Baihaqi dan yang lainnya, bahwa suatu ketika datang seseorang dari suku Al Bahili menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia meminta diajari berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Puasalah sehari tiap bulan.†Orang ini mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Dua hari setiap bulanâ€. Orang ini mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Tiga hari setiap bulan.†orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ùمن الØرم Ùˆ Ø£Ùطر
“Puasalah di bulan haram dan berbukalah (setelah selesai bulan haram).†(Hadis ini dishahihkan sebagaian ulama dan didhaifkan ulama lainnya). Namun diriwayatkan bahwa beberapa ulama salaf berpuasa di semua bulan haram. Dinataranya: Ibn Umar, Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Subai’i.
Kedua, Mengkhususkan Umrah di bulan Rajab
Diriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan umrah di bulan Rajab. Kemudian ucapan beliau ini diingkari Aisyah.
يغÙر الله لأبي عبد الرØمن، لعمري، ما اعتمر ÙÙŠ رجب
“Semoga Allah mengampuni Abu Abdirrahmah (Ibnu Umar). Sepanjang usiaku, beliau belum pernah Umrah di bulan Rajab.â€
Ibnu Umar mendengar hal ini dan beliau diam saja. (HR. Muslim, 1255)
Umar bin Khatab dan beberapa sahabat lainnya menganjurkan umrah bulan Rajab. Aisyah dan Ibnu Umar juga melaksanakan umrah bulan Rajab.
Ibnu Sirin menyatakan, bahwa para sahabat melakukan hal itu. Karena rangkaian haji dan umrah yang paling bagus adalah melaksanakan haji dalam satu perjalanan sendiri dan melaksanakan umrah dalam satu perjalanan yang lain, selain di bulan haji. (Al Bida’ Al Hauliyah, Hal. 119).
Dari penjelasan Ibnu Rajab menunjukkan bahwa melakukan umrah di bulan Rajab hukumnya dianjurkan. Beliau berdalil dengan anjuran Umar bin Khatab untuk melakukan umrah di bulan Rajab. Dan dipraktikkan oleh Aisyah dan Ibnu Umar.
Diriwayatkan Al Baihaqi, dari Sa’id bin Al Musayib, bahwa Aisyah radliallahu ‘anha melakukan umrah di akhir bulan Dzulhijjah, berangkat dari Juhfah, beliau berumrah bulan Rajab berangkat dari Madinah, dan beliau memulai Madinah, namun beliau mulai mengikrarkan ihramnya dari Dzul Hulaifah. (HR. Al Baihaqi dengan sanad hasan)
Namun ada sebagian ulama yang menganggap umrah di bulan Rajab tidak dianjurkan. Karena tidak ada dalil khusus terkait umrah bulan Rajab. Ibnu Atthar mengatakan, “Di antara berita yang sampai kepadaku dari penduduk Mekah, banyaknya kunjungan di bulan Rajab. Kejadian ini termasuk masalah yang belum kami ketahui dalilnya. Bahkan terdapat hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Umrah di bulan Ramadhan nilainya seperti haji’.†(HR. Al Bukhari)
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh mengatakan, bahwa para ulama mengingkari sikap mengkhususkan bulan Rajab untuk memperbanyak melaksanakan umrah. (Majmu’ Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6:131)
Kesimpulan:
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, mengkhususkan umrah di bulan Rajab adalah perbuatan yang tidak ada landasannya dalam syariat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan anjuran mengkhususkan bulan Rajab untuk pelaksanaan umrah. Disamping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab, sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya.
Andaikan ada keutamaan mengkhususkan umrah di bulan Rajab, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberi tahukan kepada umatnya. Sebagaimana beliau memberi tahu umatnya akan keutamaan umrah di bulan Ramadlan. Sedangkan riwayat dari Umar bahwa beliau menganjurkan umrah di bulan Rajab, yang benar sanadnya dipermasalahkan.
Ketiga, Menyembelih hewan (Atirah)
Atirah adalah hewan yang disembelih di bulan Rajab untuk tujuan beribadah.
Ulama berselisih pendapat tentang hukum Atirah.
Pendapat pertama, athirah dianjurkan. Dalilnya adalah hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang Athirah, kemudian beliau menjawab:
الْعَتÙيرَة٠Øَقٌّ
“Athirah itu hak.†(HR. Ahmad, An Nasa’i dan As Suyuthi dalam Jami’us Shaghir)
Pendapat kedua, Atirah tidak disyariatkan, namun tidak makruh. Dalilnya, hadis dari Abu Razin, Laqirh bin Amir Al Uqaili, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kami menyembelih hewan di bulan Rajab di zaman Jahilliyah. Kami memakannya dan memberi makan tamu yang datang.†Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak masalah.†(HR. An Nasa’i, Ad Darimi, dan Ibn Hibban)
Pendapat ketiga, Atirah hukumnya makruh. Berdasarkan hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ Ùَرَعَ وَلاَ عَتÙيرَةَ
“Tidak ada Fara’a dan tidak ada Atirah.†(HR. Al Bukhari dan Muslim)
Fara’a adalah anak pertama binatang, yang disembelih untuk berhala.
Pendapat keempat, Atirah hukumnya haram. Ini adalah pendapat yang dipilih Ibnul Qoyim dan Ibnul Mundzir. Ibnul Qoyim mengatakan, “Dulu masyarakat Arab melakukan Atirah di masa jahiliyah, kemudian mereka tetap melakukannya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendukungnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya, melalui sabdanya, “Tidak ada fara’a dan tidak ada Atirah.†akhirnya para sahabat meninggalkannya, karena adanya larangan beliau. Dan telah dipahami bersama, bahwa larangan itu hanya akan muncul, jika sebelumnya ada yang melakukannya. Sementara tidak kita jumpai adanya satupun ulama yang mengatakan, Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Atirah kemudian beliau membolehkannya kembali…†(Tahdzib Sunan Abu Daud, 4:92 – 93). Insya Allah, pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
0 comments
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.