Salah satu pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla tak menyangkal telah menulis kicauan di jejaring sosial Twitter perihal pembunuhuhan etnis Muslim di Rohingya, Myanmar, beberapa waktu lalu yang ramai jadi pembahasan orang.
"Iya benar, itu Twit saya. Apakah ada yang meragukan," kata Ulil mantap seraya bertanya dalam perbincangan dengan hidayatullah.com, Senin petang (30/07/2012).
Ulil menjelaskan, kicauan yang dikirimnya di laman Twitter tersebut dimaksudkan untuk mengkritik kalangan yang disebutnya sebagai "teman-teman Muslim" yang menurutnya tidak sentitif dengan masalah pelanggaran hak asasi manusia di dalam negeri sendiri.
"Iya benar, itu Twit saya. Apakah ada yang meragukan," kata Ulil mantap seraya bertanya dalam perbincangan dengan hidayatullah.com, Senin petang (30/07/2012).
Ulil menjelaskan, kicauan yang dikirimnya di laman Twitter tersebut dimaksudkan untuk mengkritik kalangan yang disebutnya sebagai "teman-teman Muslim" yang menurutnya tidak sentitif dengan masalah pelanggaran hak asasi manusia di dalam negeri sendiri.
"Twit itu ingin mengkritik teman-teman Muslim yang sensitif terhadap diskriminasi terhadap umat Islam di tempat lain tapi tidak menganggap soal diskriminasi dalam negeri yang menimpa umat Islam lain seperti Ahmadiyah," katanya.
Menurutnya, gerakan aksi solidaritas Muslim atas kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingnya dinilainya sebagai langkah yang sangat tepat. Namun, yang menjadi soal bagi dia, jelasnya, ketika di dalam negeri ada yang kasusnya sama Muslim disakiti, justru sebagian "teman-teman Muslim" yang lain tidak sensitif.
Ditanya apakah dirinya akan meminta maaf kepada kalangan yang mungkin tersinggung atau salah paham dengan kicauannya tersebut, Ulil menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga dirinya tidak perlu minta maaf kepada siapa pun.
"Saya merasa tidak berbuat salah jadi saya tidak perlu meminta maaf. Saya tidak memaki-maki siapa pun. Jika ada yang marah dengan pernyataan saya, silahkan saja, silahkan berikan kritik balik yang baik," ujarnya.
Menurutnya, gerakan aksi solidaritas Muslim atas kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingnya dinilainya sebagai langkah yang sangat tepat. Namun, yang menjadi soal bagi dia, jelasnya, ketika di dalam negeri ada yang kasusnya sama Muslim disakiti, justru sebagian "teman-teman Muslim" yang lain tidak sensitif.
Ditanya apakah dirinya akan meminta maaf kepada kalangan yang mungkin tersinggung atau salah paham dengan kicauannya tersebut, Ulil menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah sehingga dirinya tidak perlu minta maaf kepada siapa pun.
"Saya merasa tidak berbuat salah jadi saya tidak perlu meminta maaf. Saya tidak memaki-maki siapa pun. Jika ada yang marah dengan pernyataan saya, silahkan saja, silahkan berikan kritik balik yang baik," ujarnya.
Sebelumnya, dalam akun Twitter tertanggal 28 Juli 2012, Ulil sempat menulis, bahwa kalau umat Islam masih menyetujui aniaya Ahmadiyah di Indonesia, maka umat Islam tak layak protes saat umat Muslim Rohingya dianiaya di Myanmar.
“Tetapi kalau anda setuju aniaya atas Ahmadiyah di Indonesia, anda tak layak protes saat umat Muslim Rohingya dianiaya di Myanmar,” tulisnya.
"Ada yg bilang, aniaya atas Muslim Rohingnya di Myanmar tak bisa disamakan dg aniaya atas Ahmadiyah di Indonesia. Di mana tak samanya, Bung?,” demikian tulis Ulil.
Berbeda
Namun tokoh muda Muhammadiyah, Musthofa B Nahrawardaya kepada media ini mengatakan, menyamakan permasalahan Rohingya dan permasalahan Ahmadiyah di Indonesia adalah dua hal yang berbeda. Ahmadiyah adalah kenyakinan bukan Islam yang mengaku bagian dari Islam. Sedangkan Muslim Rohingyah memang saudara seakidah umat Islam.
"Kan ada haditsnya yang diriwayatkan oleh Thabrani, siapa yang tidak perduli kepada permasalahan sesama Muslim, maka ia tidak termasuk golonganku kata Rasulullah," jelas Musthofa kepada hidayatullah.com, Senin (30/07/2012).
Musthofa juga menjelaskan, kalaupun masalah Rohingyah dan Ahmadiyah ini mau dimasukan ke masalah kemanusiaan, maka seharusnya Rohingya itu lebih diprioritaskan.
"Lihat saja berapa jumlah jatuhnya korban di Rohingyah dibandingkan Ahmadiyah? lihat bagaimana mereka dibunuh, dibakar, diperkosa. Jumlah korban disana sudah ratusan," tambah Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) ini.
Ahmadiyah, bagi Musthofa adalah kelompok yang justru melakukan penistaan agama terhadap Islam. Sedangkan Rohingya adalah bagian dari umat Islam itu sendiri.
"Jadi wajar kalau di Indonesia ada perlawanan terhadap Ahmadiyah, kan kita cuma minta mereka (Ahmadiyah) diluruskan pemahaman mereka dan kembali ke aturan Islam yang benar kalau memang mau mengaku Islam," jelasnya lagi.
Karenanya, menurut Musthofa, sikap Ulil jelas menggambarkan sebuah ketidak-cerdasan intelektual dan tidak layak untuk didengarkan.
0 comments
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.